Senin, 22 Agustus 2011

Batubara dan Siklus Korupsi di Sekitarnya

Jika sekarang teman-teman menatap layar komputer atau laptop, pernah ga sih teman-teman berpikir, dari mana ya listriknya berasal? Bagaimana ya siklusnya? Apakah yang kita gunakan ini merupakan energi yang bersih, dari polusi, serta korupsi?

Jika teman-teman tinggal di pulau Jawa dan Bali, kemungkinan sumber listrik yang digunakan masih menggunakan batubara. Batubara digunakan untuk menghasilkan sekitar 41% persediaan listrik dunia. Di Indonesia, listrik dari batubara berjumlah 14% dan mayoritas PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) mengalirkan listrik ke pulau Jawa dan Bali.

PLTU sendiri merupakan salah satu pembangkit listrik yang kotor. Batubara dibakar, dan memanaskan air laut pada boiler. Uap yang dihasilkan akan menggerakkan turbin dan menghasilkan energi listrik. Siklus batubara amat kotor. Mulai dari penambangan, pembakaran, hingga limbah. And in a simple way, we can say that it linked to corruption.

Penambangan. Penambangan batubara tidak akan pernah lepas dari korupsi. Menurut teman-teman, bagaimana mungkin makin banyak saja lahan yang dibebaskan untuk pembukaan pertambangan? Untuk menambang saja, para perusahaan sekarang menggunakan peledak untuk meledakkan pucuk-pucuk gunung dan mendapatkan lapisan batubara di bawahnya. Selalu ada lahan yang diberikan izin pengalihfungsian menjadi pertambangan batubara. Seharusnya pemkab atau pemprov tidak semudah itu memberikannya. Sekarang, beberapa pejabat Kalimantan sudah dikenakan kasus dugaan korupsi, contohnya mantan Gubernur Kalsel, Rudy Ariffin, salah satunya kasus kontribusi hasil tambang batubara yang dimanipulasi dengan kerugian negara Rp. 6 miliar.

Pembakaran. Pendirian PLTU di daerah tidak akan pernah bisa lepas dari korupsi dan premanisme birokrasi. Saya mendengar sendiri dari aktivis di sekitar PLTU Cirebon, bagaimana perusahaan yang mau membeli tanah dari warga mendatangkan TNI, polisi, dan preman ke rumah warga untuk pembebasan lahan. Hal yang sama terjadi di Jepara. Seringkali pula pendirian PLTU berdampingan waktunya dengan Pilkada. Penasaran? Ya, saya juga penasaran.

Pembuangan. Limbah PLTU tidak pernah akan bisa bersih. Tiap hari, PLTU bisa menghasilkan debu setebal 1 centimeter di rumah-rumah warga. Membuat hitam pakaian yang sedang dijemur. Pak Kastari, seorang nelayan di Cirebon, harus menutupi jemurannya di siang hari, jika tidak maka akan berwarna kemerahan seperti korosi. Di Cirebon juga, tambak kerang hijau dan udang rebon telah habis. Menyisakan kehancuran yang membuat lebih dari separuh dari 3000 KK nelayan merantau ke Jakarta untuk mencari ikan.

Anehnya, 87% batubara Indonesia digunakan untuk kepentingan ekspor. Kehancuran alam dan lingkungan yang begitu besar, dan moral karena batubara hanya menyisakan lebih dari 40% orang Indonesia belum merasakan listrik. Betapa negara ini negara bayangan. Sesungguhnya bukan para politikus, atau ulama yang mengatur negara, melainkan pebisnis. Dengan uang, mereka menciptakan segalanya menjadi mungkin dan sesungguhnya hanya mereka yang mendapatkan keuntungan.

50 orang terkaya Indonesia adalah pebisnis di bidang Kelapa Sawit dan Batubara. Masihkah kita, para anak muda, berani untuk melawan siklus korupsi yang besar ini?

Puspita Insan Kamil
Mahasiswa Psikologi UI

Minggu, 07 Agustus 2011

Alasan Gue Join Muda Ga Korup

Yo anak muda!
Kenalin, gue salah satu anggota baru dari laskar Muda Ga Korup.

Gue sangat tertarik untuk ikutan gabung di Muda Ga Korup ini. Alasannya? Tentu karena ini wadah untuk anak muda.

Anak muda. Persoalan yang kita hadapi, atau setidaknya sudah pernah gue alami menyangkut "menjadi anak muda" mungkin sama dengan apa yang mungkin pernah kalian semua rasakan. Yang pertama, nggak dipercaya sama orang tua. Ini bukan masalah sepele. Pernah ga sih lo membatalkan banyak keinginan untuk aksi karena dihadang oleh mereka-mereka yang mengaku sudah tua, dan expert di bidangnya? Mungkin ya, karena di masa remaja biasanya kita merasa paling pintar dibanding mereka. Tapi nggak juga kok, kita bisa belajar, kawan. Generasi kita adalah generasi milenia yang difasilitasi internet sebagai gudang informasi. Kita hidup di zaman globalisasi, menuntut kita untuk bisa berbahasa Inggris dan memudahkan kita mengolah informasi.

Dan hey, tahu tidak siapa yang memproklamasikan negara kita? Ya. Soekarno. Saat memproklamasikan Indonesia, ia kurang lebih berusia 44 tahun dan sebelum itu ia sudah berusaha untuk Indonesia bertahun-tahun. Artinya apa? Artinya ia memperjuangkan Indonesia saat berusia muda dan masih menjadi pemuda.

Gue juga pernah kok ngalamin saat-saat proposal ditolak, adu diplomasi sama "orang tua", dan sebagainya. Kalian juga pasti pernah kan? Menang atau kalah, berhasil atau tidak, itu urusan lain, seenggaknya kita mencoba untuk menyuarakan apa yang harus kita suarakan.

Di komunitas gue yang lain, gue punya salah seorang koordinator yang selalu mengajarkan gue akan hal ini: "perubahan tidak terjadi di meja-meja diplomasi, melainkan aksi anak-anak muda." Lo prihatin ga dengan status-status facebook anak-anak muda yang isinya rata-rata galau, pacaran, atau hanya soal hal-hal yang mungkin jika pikirkan lagi lo pun akan berpikir, "ngapain sih mikirin ginian?"

Kadang gue juga mikir, "apa dunia gue terlalu berat dan ribet ya dengan mikirin gmn caranya korupsi hilang dari muka bumi, seenggaknya indonesia, sementara senior gue sendiri ada yang bilang korupsi udh bikin dia menyerah untuk berusaha?" Ah, tapi Indonesia ini terlalu indah jika gue menjadi salah satu yang menyerah akan keadaan. Siapa sih yang dalam 10 tahun ke depan akan duduk di dalam gedung mirip tunas di Senayan itu? Siapa sih yang dalam 20 tahun akan duduk di dalam mobil plat RI 1 dan RI 2 itu?

Kita, bukan?

Masih banyak kesempatan untuk belajar, juga beraksi. Dengan belajar dan beraksi mulai dari sekarang, gue yakin ketika kita menghadapi dunia nyata nanti, kita semua sudah siap.

"1000 orang tua hanya dapat bermimpi, namun 1 orang pemuda dapat mengubah dunia." [Ir. Soekarno]


Puspita Insan Kamil
Mahasiswa Psikologi UI

Jumat, 26 November 2010

The 2nd Young Ideas Salon (YIS) and Indonesian Youth Festival (IYF)



Hai mudagakorup troops!!! We proudly present The 2nd Young Ideas Salon (YIS) and Indonesian Youth Festival (IYF) will be held on December 10th, 2010 in PPM School of Management, Building B, 8th floor, from 10 am to 5 pm.

IYF will be participated by subculture communities like AIESEC, Imajinasi Foundation, United Indonesia, UNKL347, Else Press, Jangan Marah Records, A Box, Fixie Bikers and of course... MUDAGAKORUP!!! We will have a cool n fun mudagakorup booth, to share our stories on anti-corruption. It's free but limited, so if you wanna join us, you can register in here: http://2ndyoungideassalonjakarta.eventbrite.com/

See ya guys!!!


Minggu, 08 Agustus 2010


We all live in a corrupted world, sadly. Just imagine if I go to “eat all we can eat “ Japanese shabu-shabu restaurant for Rp.100,000, I would go completely barbaric as if I haven’t eaten for the past week, perhaps I would sneak some fruits or cooked food and put it in a food container I have prepared from home. There is no English word that explains this habit of mine, or some others’, so let me use this phrase: aji mumpung. This is exactly the attitude of a lot of people in the power: greedy, and live as if there’s no tomorrow. What they are so concern about is me, myself, and I. So it’s a similar analogy with my all you can eat buffet. The country’s wealth and resources are their buffet and they feast their eyes and pocket. Who would know that they will be in the same position the next term or year?

As I’m writing about this, I begin to think what’s the difference between my Japanese shabu-shabu and the idea of corruption. Two examples have their victims and implications but only to an extent that I can only justify my own thought that eating like there’s no tomorrow is the rule that the restaurant gives- I can eat all I want and I pay for that. Whereas in the idea of governmental corruption is they are taking something that they don’t belong to. Another difference is by looking how many people are disadvantaged and treated unjustly by the actions?

So I’m not telling you that muda ga korup is impossible, it is very possible. But we have to remember that corruption is inevitable and some people could just go coo-coo when they see our vast forest, human resources, and mineral wealth. It could happen to private companies to even big government institutions. What we need is actually a stricter rule/law to deter corruption and to condemn corruptors. The whole objective is to make people think three or four times before actually doing it (corruption). Another way is to instill the sense of honesty in youth by emphasizing saying things like “they don’t belong to me” , hence they have the moral obligation to be a good citizen and people.

Well, if you like my previous analogy, let me give you another one. Supposed you are in the office where there is no control of stationery. There is a whole lot of buffet of pens, pencils, reams of paper and envelopes. Do you promise and swear to the gods you know and you don’t know that you will never ever take it home?

Nathania Regina

Kamis, 29 Juli 2010


Korupsi itu kalau menurut gue pinjem ga dibalikin atau minta tapi memaksa..tapi...

Sapa coba orang yang ga kenal korupsi????
Sapa juga di dunia ini yang ga pernah korupsi???tell me.....
Mau anak kecil, pelajar, dewasa, mahasiswa, orang tua, kakek-nenek, sapa ja pernah ko.

Akan tetapi KORUPSI kayak gimana sich yang pengen kita berantas?
aLL????
dari yang kecil mpe yang besar??????
Ehm......butuh berapa abad ya????

Tapi tetep....gw anti yang namanya KORUPSI yang merugikan semua orang........
sALAM KENAL


Akbar "Bob" B.P

Rabu, 28 Juli 2010

Langkah Pertama adalah Bertindak Jujur



Umur saya 27 tahun, masa ABG saya berada di masa transisi Pemerintahan
Soeharto dan Pemerintahan yang katanya reformis, itu mungkin salah
satu faktor yang membuat saya agak kritis terhadap kepemimpinan negeri
ini. Umur 27 bukanlah umur yang tua tapi bukan pula umur yang muda,
tapi saya adalah bagian dari ini “manusia-manusia indonesia yang anti
korupsi”.

Saya kerja di instansi yang di kenal karena ‘”gayus” nya, tapi syukur
saya bukan golongan dia sebelum atau sesudah reformasi perpajakan saya
tidak pernah ada di golongan itu, saya bersyukur karena memiliki
karakter ini

Ayah saya adalah seorang pegawai negeri yang masuk instansi “basah” di
zaman Orde Soeharto yakni BPKP, tapi alhamduliillah ayah saya
mencontohkan nilai2 anti korupsi kepada saya sejak kecil, Ayah saya
hanya punya sebuah rumah di kompleks kelas menengah (BTN istilah
didaerah ku), punya dua mobil sebuah mobil Toyota crown tahun1974
(dibeli tahun 1994, sekarang mobil tersebut siap2 pensiun) dan mobil
Suzuki alminity tahun 1994 (dibeli tahun 2008) , Ayah saya tidak punya
mobil mewah tapi selalu bangga dengan itu, karena dia tidak korupsi,
itu yang selalu dia bilang kepadaku.

Aku sendiri begitu SMP disekolahkan di Pesantren (pakai test) terus
masuk SMU Islam Swasta (pake test) , padahal jujur aku kepengen masuk
SMU Negeri tapi ayah bilang kalau masuk SMU negeri mesti nyogok,
mending nda usah!!. Kuliah aku sempat kuliah hukum, sebelum lulus di
STAN almamater yg sama dengan Ayahku dulu, pas penempatan saat teman2
lain grasak-grusuk urus supaya penempatan di kota, Bapakku justru
membiarkan aku, padahal direktur STAN saat itu adalah temannya, yang
bisa saja mengurus penempatanku, tapi bapak lagi-lagi bilang semua
yang dimulai dengan kecurangan tidak akan ada manfaatnya. Saat aku
penempatan dan jauh dari mereka, Ayah yang mengantar ku, aku tahu dia
menangis tapi dia tidak menyesal baginya dia mengajariku kejujuran.
Dengan Kejujuran, ayah mengajariku tentang pembuktian terbalik, semua
yang dia peroleh mesti adalah nafkah yang halal, jika keluarga kami
mendapat rezeki berlebih dalam bentuk materi maka Ayah “siap”
menerangkan dan mempertanggungjawabkannya di hadapan anak2nya. Baginya
tidak akan terbentuk sikap yang jujur dan anti korupsi jika kita
memberi nafkah dengan cara “haram”.

Mulai lah semuanya dengan yang baik maka hasilnya juga baik, generasi
muda yang ada sekarang mesti berjuang buat memutus penjajahan korupsi
di negeri ini, bukan buat dia tapi buat anak-anak nya kelak buat
generasi yang akan datang agar bangsa ini lebih baik.

Tulisan ini kudedikasikan buat Ayahku yang berulang tahun 4 Juli nanti
dan telah memasuki masa pensiunnya, meminjam istilah Andrea Hirata,
Ayahku ayah nomor satu di dunia :)